Pelajaran pertama adalah
olahraga, tapi gurunya absen. Biasanya, murid leleki kelas 3H sudah berhamburan
ke lapangan bola, sedangkan para cewek mengadakan studi banding ke kantin,
membandingkan makanan dari rumah versus kantin. Hari ini berbeda, mereka
terlihatkan memanfaatkan jam kosong
untuk bermusyawarah dalam rapat pleno ala murid SMP. Riko semangat untuk
melakukan sesuatu, karena ia merasa batin dan raga murid sekelas teraniaya tiap
pelajaran matematika. Ronggur pun tiba-tiba berdiri dan berteriak
mengaplikasikan istilah-istilah yang baru didengarnya dari radio semalem sambil
nunjuk-nunjuk kea rah teman-temannya, lalu secepat kilat ngumpet di belakang
badan suburnya si Rony, dia merasa jika hal ini dibiarkan akan mengakibatkan
murid sekelas terkena depresi dan phobia. Menurutnya ini adalah penindasan kaum
lelaki, serta penindasan terhadap hak asasi manusia, hingga ia berusul untuk
mengajak murid laki-laki untuk kabur tiap pelajaran matematika. Idenya itu
jelas untuk mendukung hobi bolosnya pada jam pelajaran matematika. Alasanya
sepelenya karena guru matematika killer bin nazong. Alasannya seriusnya karena
otaknya tidak cukup mampu menyerap hitung-hitungan tingkat lanjut, apalagi
ditambah dengan rumus-rumus. Entah setan apa yang menahan dia hari ini di
kelas. Roni mengiba sambil tetap menjejalkan bakpao ke dalam mulutnya, dia
merasa sudah sebulan ini nafsu makannya anjlok karena kepikiran Pak Tigor dan
kezalimannya. Dia memohon agar teman-temannya tidak membiarkannya merana dan
jatuh kurus. Freddy, sang ketua kelas, memasang tampang serius. Sementara 34
pasang mata memandang focus, mendambakan ide cemerlangnya. Freddy berkata
bahwaia butuh udara segar agar bisa berpikir jernih, lalu ia berjalan ke luar
kelas , yang lain menunggu sambil berbisik-bisik. Dua puluh lima detik
kemudian, semua penghuni kelas terperanjat karena Freedy tiba-tiba berlari
masuk ke dalam kelas. Juwita tiba-tiba melolong dengan dahsyat, berteriak agar
semuanya diam karena Freddy sudah mendapat ide, mencoba menarik perhatian
Freddy. Kelas pun hening bagai kuburan dan semua mata kembali tertuju ke Freddy
yang malah grogi menjadi objek perhatian. Lalu dia menteriakan bahwa Pak Tigor
sedang menuju ke sini, sambil berlari ke tempat duduknya.
Rupanya, jam pelajaran sudah
berganti dan sialnya penjaga sekolah lupa lagi memukuli besi berkarat berbentuk
velek mobil alias lonceng sekolah. Freddy jelas berhasil membuat seluruh
penghuni kelas berlarian dengan cemas menuju kursi masing-masing, kemudian
diam, menundukkan kepala, dalam hati mungkin sambil mendendangkan lagu
mengheningkan cipta pada upacara bendera setiap Senin
Wajah tak ramah Pak Tigor pun
nongol. Kumisnya saja sudah memperlihatkan ketidakadilan, bagian kiri lebih
tebal dari bagian kanan. Sorot matanya tajam dan liar bagaikan tukang copet
pasar malam. Raut wajahnya dingin menebarkan virus permusuhan. Suasana mencekam
membuat Rinto tegang, mulutnya komat-kamit mirip dukun merapal mantra mengusir
setan. Pak Tigor dengan kasar menarik kursi guru dan duduk. Bunyi gesekan
antara kursi besi dan lantai semen itu menandakan perang segera dimulai.
Pertanda buruk bagi seluruh umat manusia penghuni kelas 3H!
Tanpa basa-basi, Pak Tigor mulai
berkoar tentang materi pelajaran. Semua mata tertuju padanya, namun tak
sepasang mata pun berani melihat langsung ke wajahnya, apalagi mata ketemu
mata. Bagi mereka, Pak tigor bagaikan Medusa, perempuan berambut ular, yang
mampu mengubah manusia jadi batu lewat tatapan matanya. Semua berusaha
berkonsentrasi dengan rumus yang diberikan, namun secepat rumus itu masuk ke
otak, secepat itu pula pergi meninggalkan otak hanya karena rasa takut yang
menyerang. Selesai berkoar dan mencoreti papan tulis dengan contoh-contoh soal
dan penyelesaiannya, Pak Tigor akan memulai momen penderitaan lewat sesi tanya
jawab. Suara Pak Tigor menggelegar bernada intimidasi, angker bagaikan suara
laki-laki yang baru dipersunting Kuntilanak, dia bersedia bertanya dari
penjelasan rumus-rumus yang berhubungan dengan lingkaran tadi, dan
contoh-contoh soal yang sudah dia berikan bila ada yang tidak dimengerti.
Semuanya tertunduk diam, tak ada yang berani bertanya atau mungkin tak tau
harus bertanya apa.
Karena tidak ada yang bertanya,
Pak Tigor menganggap siswa sekelas sudah mengerti, sekarang malah sebaliknya
jadi dia yang akan bertanya. Dia pun mendengus, mirip banteng yang siap
mencabik-cabik matador di hadapannya. Jantung Rinto berdegup semakin kencang.
Dia menunduk dan kembali merapal mantra yang kedua, yaitu mantra tolak bala. Dia
tak sudi jadi korban Pak Tigor hari ini. Riko, teman semejanya, berniat
menenangkan Rinto, tapi dia tidak berani membuat gerakan yang dapat memancing
perhatian Pak Tigor. Saat itu, mereka serasa tikus-tikus dalam liang yang
berhadapan dengan ular kobra lapar. Setiap gerakan berarti bencana!
Kasihan Rinto, mantra tolak
balanya tidak cukup mempan, karena tiba-tiba Pak Tigor bergerak ke arahnya. Dia
menutup mata mengharapkan mukjizat yang mengubah arah langkah.
True story
BalasHapus